Thursday, December 23, 2010

Kaitan Antara Letusan Gunung Berapi Dengan Gempa Bumi

lava gunung berapi

Awan panas terus keluar dari Gunung Bromo di Jawa Timur meskipun statusnya diturunkan menjadi siaga pada dua pekan lalu. Pada saat bersamaan Gunung Merapi di tengah Jawa sudah kehabisan tenaga untuk meletus. Sebelum kedua gunung berapi ini meletus, terjadi gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.

Banyak orang yang mengkaitkan ketiga bencana alam tersebut. Beberapa ahli geologi dan vulkanologi buru-buru menjelaskan bahwa tidak ada kaitan antara gempa dan letusan gunung berapi, atau antara letusan gunung yang satu dengan lainnya. "Dapur magmanya beda-beda" kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Sukhyar.

Kini, ada penelitian baru yang menemukan kaitan aktivitas gunung berapi dengan tumbukan lempeng samudra ke bawah lempeng benua. Lempeng samudra mengambil banyak air ketika menunjam ke bawah lempeng benua di zona subduksi. Air ini ternyata memainkan peran sentral dalam batas lempeng vulkanik. "Ada jalur air di kedalaman 120 kilometer," kata Tamara Worzewski, ahli geofisika dari Collaborative Research Centre (SFB) 574 yang melakukan peneliti bertajuk 'Cairan dan Volatil di Zona Subduksi - Umpan Balik Iklim dan Mekanisme Pemicu Bencana Alam.'

Penelitian gabungan ini dilakukan bersama Dr Marion Jegen dan Prof Dr Heidrun Kopp dari Institut Leibniz tentang Ilmu Kelautan di Christian-Albrechts-Universität (IFM-GEOMAR) di Kiel, Dr Heinrich Brasse dari Freie Universität Berlin dan Dr Waldo Taylor dari Costa Rica. Hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature Geoscience edisi Desember ini dapat menjawab teka-teki untuk memahami aktivitas gunung berapi yang sangat aktif di wilayah yang disebut "Sabuk Sirkum atau Cincin Api Pasifik."

Sabuk ini mengitari Samudra Pasifik, membentang dari Chili selatan, Kosta Rika pantai barat Amerika Serikat, Alaska, Jepang, Filipina, Indonesia hingga ke Selandia Baru. Pada sabuk ini terdapat daerah penunjaman atau zona subduksi di mana di atasnya muncul sejumlah hotspot (titik api). Wilayah ini kemudian mengeluarkan magma ke permukaan bumi dan terbentuklah gunung berapi.

Beberapa lempeng samudra menunjam lempeng benua seperti lempeng Nazka yang melesak masuk ke bawah lempeng Amerika Selatan. Lempeng Juan de Fucas menunjam lempeng Amerika Utara. Di Indonesia, lempeng Indo-Australia menunjam lempeng Eurasia di bawah Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Sri Widiyantoro yang menjabat Ketua Kelompok Keahlian Ilmu dan Teknik Geofisika ITB menjelaskan tunjaman subduksi litosfer samudra dapat mencapai batas mantel dan inti Bumi. Di Amerika Tengah, kedalamannya mencapai 3.000 kilometer. "Di bawah Pulau Jawa kedalaman penunjaman bisa mencapai 1.500 kilometer," kata Widiyantoro yang publikasi ilmiahnya berjudul ”The Evidence for Deep Mantle Circulation from Global Tomography” dirilis jurnal Nature.

Tunjaman lempeng yang terus menerus itu ternyata menimbulkan retakan besar yang membuat air laut masuk dan sebagian ditangkap serta diangkut dalam mantel bumi. Dari temuan ini para ahli makin yakin bahwa banyak gunung berapi membutuhkan air untuk letusan mereka. Di dalam mantel bagian atas, air menurunkan suhu leleh batuan. Sebagai konsekuensinya mencair lebih cepat dan dapat naik dalam bentuk magma ke permukaan bumi.

Selama ini para ahli menjelaskan di dalam mantel, suhu dan tekanan tinggi memerasnya keluar dari lempeng subduksi dan air naik kembali ke permukaan. Pada perjalanan kembali mendukung pembentukan magma dan terjadinya gunung berapi serta letusannya. "Namun demikian jalur yang pasti air turun ke mantel dan kembali ke permukaan sejauh ini tidak pernah ditampilkan dalam satu konteks kesatuan," kata Tamara Worzewski. Untuk pertama kalinya di dunia, tim peneliti menemukan adanya jalur air lengkap dari dasar laut hingga kedalaman 120 kilometer dan kembali ke permukaan dengan menggunakan metode elektromagnetik.

Pada metode ini, instrumen khusus mengukur medan elektromagnetik Bumi dari mana distribusi konduktivitas tanah dapat diturunkan. Menurut Worzewski, konduktivitas batuan air yang lebih tinggi dapat dideteksi dengan baik. Di darat, metode ini telah berhasil digunakan untuk beberapa waktu. "Pengukuran pada kedalaman lebih dalam jauh lebih sulit," ujar Dr Marion Jegen, pembimbing doktor untuk Worzewski. Dr Jegen menjadi anggota kelompok kerja metode magnetotellurik yang diterapkan di laut di Jerman.

Pada tahun 2007 dan 2008, instrumen rantai berkesinambungan disebarkan di zona subduksi lepas pantai Kosta Rika. Lalu diperluas hingga 200 kilometer di lepas pantai dan 160 kilometer di darat di luar gugusan gunung berapi di Kosta Rika. Instrumen di daratan dipasok oleh Freie Universität Berlin, sementara di dasar laut instrumen baru dikembangkan di Kiel.

Dengan data baru Tamara Worzewski dan rekan-rekannya mampu memvisualisasikan siklus air di zona subduksi untuk pertama kalinya. "Kami memiliki indikasi adanya proses pengayaan air di kerak bumi dan bahwa kami mendeteksi secara lokal dapat ditemukan di zona subduksi lainnya," kata Worzewski. Menurutnya, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan proses yang lebih terinci.

sebelumnya, Jurnal Nature terbitan Oktober 2010 menurunkan tulisan tentang hasil penelitian ilmuwan Universitas Oxford. Mereka menemukan penjelasan tentang letusan gunung berapi di sepanjang 'Cincin Api Pasifik'. Sebagian besar batuan cair yang keluar dari gunung berapi itu ternyata kaya akan air. Di sisi lain, rantai vulkanik bertanggung jawab atas sebagian besar letusan dahsyat dalam sejarah, seperti letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883, dan letusan besar Gunung Toba sekitar 74.000 tahun yang lalu.

Selama 50 tahun ini, para ahli mengakui bahwa bentuk busur vulkanik terjadi di mana satu lempeng samudera tenggelam di bawah yang lain. Tetapi banyak model diajukan, namun tidak ada yang bisa menjelaskan lokasi dan sempitnya busur vulkanik. Menurut Profesor Philip England dari Departemen Ilmu Kebumian Universitas Oxford menjelaskan letusan gunung berapi dalam Cincin Api Pasifik sangat keras ketimbang gunung berapi di Eropa. "Karena batuan cair mengandung proporsi air yang tinggi dan gas super panas yang menyediakan kekuatan untuk ledakan," katanya. Air ini dibebaskan dari lempeng yang turun di bawah gunung berapi dan menurunkan titik leleh batuan di mantel.


Sumber : http://klipberita.com/klip-iptek/12691-ditemukan-kaitan-antara-letusan-gunung-berapi-dengan-gempa-bumi.html

No comments:

Post a Comment